Semua
berawal dari permasalahan negara kala itu. Persimpangan jalan itu menjadi saksi
bisu ketika rasa kagum itu menghantuiku. Aku mengamatimu dari kejauhan betapa
keren, hebat, dan beraninya dirimu. Kamu berdiri di atas mobil yang memimpin
barisan demonstrasi itu. Sesampainya di tempat tujuan, tempat para petinggi
yang katanya perwakilan rakyat. Pengeras suara itu sudah ada digenggamanmu dan
saat itu juga kamu sampaikan aspirasimu. Iya benar untuk yang bertanya-tanya
dialah sang orator. Dia juga yang memimpin pengkajian materi sebelum
disampaikannya aspirasi. Disaat itulah pertama kali kita bertemu. Sepertinya
tidak tepat menggunakan kata kita, karena aku dan kamu hanya satu lingkaran.
Sebuah lingkaran kecil untuk membuat sesuatu yang besar, iya sebuah perubahan.
Aku
memang tidak sekelompok denganmu tapi yakinlah aku satu barisan denganmu.
Disini aku akan selalu memberikan dukungan kepadamu dan doa tentunya semoga
Tuhan selalu memberikan keselamatan padamu. Pikiran liar terkadang
menghampiriku. Apa kamu yang sedang berdiri disana walau sedikit saja melirik
ke arahku. Deg! Aku bertanya pada diri sendiri mengapa aku jadi berharap lebih.
Padahal aku hanya pengagum dari jauhmu.
Barisan
pejuang ini sangat berwarna karena datang dari berbagai penjuru tempat menimba
ilmu yang berbeda. Aku dan kamu tentu saja kita sama, kita berasal dari kampus
yang sama. Kamu tahu aku sepertinya menyukai setiap inci dirimu. Kamu yang suka
menarik lengan almamatermu dan paduan yang cocok ketika jam berwarna hitam itu
ada ditanganmu. Ahh.. Kenapa aku jadi salah fokus dan jadi memandang ke arahmu.
Harusnya aku tetap pada tujuanku seperti para pejuang lainnya yang meneriakkan
keadilan.
Matahari
sudah di atas kepala terik sekali. Sang perwakilan yang ingin sekali ditemui
belum juga keluar menemui. Seperti kita yang tak pantang menyerah begitupun
juga sang mentari yang tak mau kalah. Bersinar terik seterang-terangnya dan
bulir keringat mulai bertumpah ruah. Kamu seperti berganti shift dan digantikan
oleh temanmu untuk berada di atas mobil itu. Aku sudah terduduk lesu setelah
seharian menyambut semua teriakan yang disuarakan olehmu. Saat aku sadar dari
lamunanku, kamu sudah berdiri di hadapanku. Apa ini yang namanya dewi fortuna
sedang berada disisiku?
"Adek
sakit?" tanyamu padaku dan mengatakan mukaku pucat sekali. Sejujurnya ini
pertama kali aku ikut agenda seperti ini. Kepalaku pusing, dehidrasi, dan
rapatnya barisan ini membuat napasku sesak. Seketika semuanya menjadi tak
terasa lagi pertanyaan dan kekhawatiran di wajahmu langsung mengalir ke
pembuluh darahku dan memberi sinyal ke otak. Aku baik-baik saja jawabku tubuhku
jadi serasa baik juga saat itu. Kamu memberikan botol air mineral dan diakhiri
seulas senyuman. Lalu pergi meninggalkan aku yang kegirangan. Dia mengetahui
aku setingkat di bawahnya dan berada di lingkaran konsolidasi kemarin. Ada
fakta bahwa dia memperhatikan aku bukan?
Tibalah
di puncak suatu acara pada hari ini. Semua menjadi ricuh, panas matahari
terkalahkan oleh api yang berkobar. Bahkan menurutku semangat kami sudah kalah
dengan api itu. Penjaga ketertiban mulai menyemprotkan senjatanya. Tenagaku
sudah terkuras habis ditambah air yang mulai membasahi kami. Saat konsolidasi
ditegaskan tugas laki-laki menjaga perempuan. Kamu berlari ke arahku *maaf
ralat ke arah teman-teman disampingku juga. Berlari sambil membentangkan
almamater untuk melindungi kami ke tempat yang lebih aman.
Waktu demi waktu telah berlalu, sesekali saja aku pernah melihatmu. Kamu yang selalu beribadah tepat waktu, sampai aku hapal sendiri sebelum kumandang adzan berbunyi kamu sudah ada di masjid ini. Terkadang aku sengaja menyodorkan diri agar kamu menyapaku dengan senyumanmu itu. Karena alasan itulah aku jadi suka jam istirahat bukan karena melepas penat saja. Ya alasannya karena di waktu itu bisa melihat dirimu walau kita tak pernah saling berbicara dan hanya bertegur sapa. Aku yang sibuk dengan tugas kuliahku dan kamu yang sibuk dengan tugas akhirmu. Begitulah waktu sangat mengerikan cepat sekali berlalu.
❤
Lelah
rasanya kamu selalu ada di mimpiku bahkan di dalam lamunanku. Apa kabarmu?
Hanya itu yang bisa kukatakan setelah sekian lama kita tak bertemu. Tiba di
suatu waktu di kedai kopi malam itu. Aku bertemu denganmu kamu masih sama
seperti dulu tetaplah seseorang yang aku suka atau cinta? Aku tidak tahu
bedanya suka dan cinta. Kamu telah memanjangkan rambutmu makin terlihat lebih
tampan dengan setelan kemejamu.
Kamu
bercerita tentang karirmu yang luar biasa. Dimataku kamu selalu mempesona tidak
peduli apapun keadaannya. Aku jadi ingat sebuah judul lagu "Luka yang
Kurindu". Awalnya aku merasa aneh dengan judul itu bagaimana bisa luka
dirindukan bukan. Sekarang aku tahu begini rasanya. Tepat aku yang tersenyum
kepadamu. Tiba-tiba ada yang berjalan ke arahmu. Sekarang seseorang itu telah
ada disampingmu. Kamu mengenalkannya sebagai calon pendamping hidupmu.
Komentar
Posting Komentar